Nenek Ini Ingin Berlibur, tapi...
Baru saja saya mampir ke Jakarta untuk mengurus Visa Schengen. Syukurlah sudah di-approved. Nah, pada saat itu saya sempatkan diri berbincang-bincang dengan pengunjung yang sedang mengantri.
Anak saya mondar-mandir tidak bisa tenang. Di situ ada anak kecil juga - sekitar 1,5 tahun - yang sedang duduk bersama Ibu yang terlihat cukup berumur. Saya ajak anak saya untuk mendekati dan berkenalan dengan anak itu. Siapa tau bisa bermain bersama.
Tidak terlintas di pikiran saya bahwa sang Ibu sudah sangat berumur untuk memiliki anak sekecil itu. Beliau-lah yang menyebut bahwa "ini cucu Saya", setelah berkenalan. Ibu ini datang bersama dengan suaminya (Sang Kakek).
Mau ke mana nih liburannya?
Ke Inggris, London.
Mantap nih liburan pensiunnya. Sekeluarga ya? Bawa cucu?
Oh, engga'. Ini cucu cuma ikut ke sini. Saya pergi berdua saja dengan rombongan lain. Nanti cucu titip ke keluarga dekat.
Orang tuanya?
Ibunya sudah meninggal. Kanker darah. Anemia Aplastik. Itu... darahnya dimakan. Jadi harus selalu sering terima donor darah. (Dia sebut istilahnya, kalau tidak salah ingat, )
Astaga...!!! Saya turut berduka cita. Tapi, ini anak masih kecil. Kejadiannya kapan 'Bu?
Anak usia satu bulan baru ibunya meninggal. Usia 20-an (saya lupa persisnya).
Berarti saat mengandung, sudah kanker ya 'Bu? Anaknya gimana?
Betul. Untung anaknya sehat-sehat.
Ibu ini terus bercerita tentang ibu sang anak. Saya agak ragu, tapi akhirnya terlontar juga pertanyaan: "Ayahnya mana?"
Ayahnya kerja. Dosen. Selalu mengajar di universitas. Jadi ini anak kami yang jaga. Atau biasa juga dititip ke keluarga lain.
Saya kejar anak saya yang sudah berlari menjauh, tidak tertarik dengan pembicaraan ini. Akhirnya saya menyelesaikan proses Visa saya dan pulang.
Kawan-kawan Pembaca, apakah Anda masih berpikir:
- Kanker adalah penyakit yang diderita orang tua saja? (Coba ingat-ingat teman atau kerabat Anda atau bahkan artis yang pernah sakit kritis. Usia berapa? Benar semua orang tua? Ambillah waktu 1-2 menit untuk berpikir sebelum melanjutkan poin berikut.)
- Sudah siapkah Anda secara finansial jika resiko tersebut akhirnya diderita salah satu anggota keluarga Anda? (Coba hitung jumlah saldo Anda di bank dan asuransi Sakit Kritis Anda, apakah jumlahnya sudah 1 Milyar ke atas? Atau jika Anda lebih senang berobat di luar negeri, apakah jumlahnya sudah 5 Milyar ke atas? Silahkan dihitung sebelum ke poin berikut. Artikel ini tidak ke mana-mana.)
- Sudah siapkah Anda dengan biaya hidup cadangan? Karena namanya sudah sakit, akan sangat sulit bekerja cari uang secara normal. Hidup sudah tidak sama lagi. (Semoga Anda sudah menghitung saldo dan asuransi Anda di atas. Nah, sekarang kalikan dengan 2 atau 3 tergantung gaya hidup Anda.
- Anak Anda masih kecil? Yok, nambah lagi buat biaya pendidikan mereka. Dalam negeri 500 juta - 1 Milyar, Luar negeri 6 Milyar.
- Masihkah Anda keras kepala dengan Asuransi?
http://www.allianz.co.id/produk/asuransi-kesehatan/critical-illness
http://www.allianz.co.id/pdf/asuransi-kesehatan/critical-illness/list-penyakit-kritis-ci-plus-dan-ci-accelerated.pdf
Lalu, bagaimanakah perasaan Anda jika:
- Punya anak tapi bukan orang tuanya sendiri yang mendidik?
- Anak terpaksa dititipkan ke sana ke mari, sementara orang tua harus bekerja demi mencari nafkah?
- Bagaimana kualitas hidup anak tersebut jika keluarga yang dititipi ogah-ogahan keluar uang, soalnya mereka juga pakai biaya untuk hidup.
- Atau singkatnya, benarkah penghasilan yang Anda kejar selama ini adalah penghasilan yang AMAN di pekerjaan yang AMAN?
- Masih mau kerja sepanjang waktu di jalan yang tidak aman demi mencapai dana pensiun yang tidak seberapa?
- Atau berbisnis dengan resiko besar dan sibuk diurus seorang diri tanpa sistem?
- Maukah Anda buka hati, buka pikiran untuk mendapatkan informasi mengenai Bisnis Asuransi yang jauh lebih aman?
Mungkin ada dari Kawan Pembaca yang merasa tulisan ini menegur dengan keras, saya minta maaf. Ketahuilah bahwa saya tidak main-main. Resiko ini bukan saya mengada-ada. Bukan saya yang buat. Saya dengan sepenuh hati ingin membantu Kawan Pembaca untuk tidak bernasib yang sama jika resiko itu sudah datang.
Saya hanya menunjukkan jalannya. Anda-lah yang mengambil keputusannya.
Komentar
Posting Komentar